Kata pepatah, nyari
musuh seribu gampang, tapi nyari teman satu aja susahnya minta ampun.
Bener lho. Coba, kalo kita nyari musuh, bisa dari hal-hal sepele.
Misalnya, ngelempar batu kepada setiap orang yang lewat. Itu sih,
dijamin kamu banyak dimusuhi orang sekampung dalam waktu cepat. Tapi
sekarang kamu coba nyari teman, apalagi sahabat, belum tentu sehari
dapet, lho. Sebab, kalo nyari orang untuk dijadikan teman, apalagi
sahabat, butuh waktu untuk adaptasi dalam rangka mengenali karakternya.
Bahkan udah dapet sekalipun adakalanya kita sulit menjaga hubungan itu
supaya tetep langgeng. Tul nggak?
Nah, ngomongin soal ukhuwah islamiyah, alias persaudaraan Islam,
kita jadi kepikiran bahwa harga sebuah persaudaraan itu memang mahal.
Bayangkan jika kamu hidup sendiri, selain kesepian, kamu juga nggak ada
yang ngingetin kalo kamu berbuat salah. Nggak heran dong kalo kemudian
kamu nyaris hidup tanpa bimbingan. Silakan dirasakan sendiri. Bahwa kalo
hidup tanpa teman itu gimana rasanya. Duh, menyakitkan banget deh.
Jangan dicoba!
Contoh seperti ini bisa dirasakan oleh mereka yang baru masuk ke
lingkungan anyar. Tadinya banyak teman untuk ngobrol, curhat, dan
bercerita apa saja tentang kehidupan, eh, begitu masuk lingkungan baru,
kita jadi kikuk. Untuk menjalin dan membangun hubungan dengan
orang-orang baru itu ngak mudah lho. Bahkan butuh waktu yang lumayan
lama. Jadi, kalo kita udah bisa berteman, apalagi dalam ikatan Islam,
rasanya nggak bisa dibayar dengan uang. Sebesar apapun. Jadi emang
ukhuwah islamiyah itu mahal harganya.
BTW, sebetulnya di antara kita udah banyak yang ngeh soal yang satu
ini. Jadi, anggap aja tulisan ini sebagai bentuk nasihat untuk ngingetin
di antara kita. Sebab, teorinya sih udah pada mahir ya? Praktiknya yang
nggak tahu. Ya, namanya juga manusia. Nggak salah dong kalo kita saling
mengingatkan. Setuju kan?
Sobat muda muslim, terus terang saja, kita khawatir dengan kondisi
saat ini, saat beban kehidupan kian menghimpit kita, hingga nggak jarang
di antara kita kudu bersaing untuk mendapatkan kenikmatan dan keindahan
hidup ini. Bersaing boleh aja, dan silakan kejar apa yang ingin kita
raih dan cita-citakan, tapi jangan sampe deh kalo harus memutuskan tali
persaudaraan di antara kita. Jangan mentang-mentang lagi asyik dan getol
nyari duit or ngejar cita-cita, eh, sampe mengabaikan persaudaraan
Islam yang selama ini kita bangun bersama. Itu sih kebangetan ya?
Jadi, sudahlah susah nyari teman dan sahabat, eh, udah dapet malah
kita nggak pandai untuk merawatnya. Sayang banget kan? Itu sebabnya,
kita kudu apik untuk menjaganya. Jangan sampe putus di tengah jalan.
Sobat, menjalin ikatan ukhuwah islamiyah itu nikmat banget. Islam
menjadi bagian dalam kehidupan kita. Suka duka kita dalam perjuangan
menyebarkan dakwah Islam terasa lebih nikmat. Sampe-sampe kalo kita
harus berpisah dengan kawan seperjuangan itu terasa begitu menyakitkan.
Coba deh, simak nasyid dari Brothers yang judulnya Doa Perpisahan. Di
situ ada lirik yang begini bunyinya, �Pertemuan kita di suatu hari/
menitikkan ukhuwah yang sejati/ bersyukurku kehadirat ilahi/ di atas
jalinan yang suci. Namun kini perpisahan yang terjadi/ cobaan yang
menimpa diri/ bersabarlah di atas suratan/ kutetap pergi jua�
Bahkan, pahit-manis perjuangan saat bersama membela Islam, akan
selalu terkenang. Beda banget dengan hubungan pertemanan biasa yang
nggak dilandasi dengan Islam. Bener lho. Ukhuwah Islamiyah itu terasa
lebih bertenaga dan nikmat, bahkan awet banget.
Bagaimana memulainya?
Sebetulnya nggak terlalu susah, tapi tentu juga nggak terlalu
gampang. Meski demikian, kita kudu berani untuk memulainya. Apalagi
Allah Swt. udah berpesan kepada kita bahwa: Sesungguhnya orang-orang
mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu
dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS al-Hujur�t
[49]: 10)
Nah, kita ini bersaudara sobat. Jadi, yang disebut sebagai saudara
itu bukan semata yang satu darah, alias keluarga dekat. Tapi seluruh
kaum muslimin di dunia ini adalah saudara kita. Meski tentunya kita
nggak bisa berhubungan dengan leluasa ya? Karena memang terbatasi oleh
jarak yang memisahkan kita. Tapi, hati kita dekat lho dengan mereka.
Buktinya, ketika kaum muslimin di Afghanistan digempur oleh pasukan
Amrik, kita yang di sini merasa kasihan sama mereka. Dan tentunya
menanam kebencian kepada Amerika. Itu sebagai tanda bahwa kita masih
punya ikatan batin yang sulit untuk diputuskan begitu saja.
Nah, bagaimana memulai untuk menjalin persaudaraan? Kenalan. Seperti
kata pepatah, tak kenal maka ta�aruf, eh, tak kenal maka tak sayang.
Kalo kita udah kenal dengan seseorang, biasanya kita rada leluasa untuk
bicara. Pererat ikatannya dengan sering dateng ke rumahnya, atau jika
ada masalah, kamu coba bantu. Jadi memang kitanya yang kudu agresif.
Kalo saling ngandelin mah, biasanya lama nyambung. Sebab, kita tahu
sendirilah, yang namanya orang baru kenal itu banyak sungkannya.
Insya Allah dari seringnya kita bertemu akan muncul perasaan yang
TST, alias tahu sama tahu tentang kondisi masing-masing. Apalagi kalo
sama-sama aktivis pengajian, insya Allah itu akan lebih banyak membantu
untuk akrab. Cobalah!
Merawat ukhuwah
Memulai memang berat, tapi lebih berat lagi merawatnya. Sebab, orang
yang selalu bersama itu bukan tak mungkin muncul gesekan di antara
keduanya. Kamu yang sama-sama aktif di Rohis sekolah, bisa juga muncul
benih-benih yang bisa merapuhkan ikatan ukhuwah.
Perbedaan pendapat dalam hal-hal yang umum dan mubah bisa saja
terjadi. Misalnya, ketua Rohis ingin bikin acara sanlat, sementara
anggota Rohis ada yang nggak setuju. Itu, kalo nggak dikelola dengan
baik, bisa muncul konflik yang bisa mengancam keutuhan ukhuwah kita.
Jadi gimana dong? Begini, intinya memang kudu bisa saling menjaga
perasaan. Boleh berbeda pendapat, tapi jangan sampe berantem. Kalem aja.
Toh juga untuk kebaikan bersama. Lagipula adanya konflik itu kan untuk
mendewasakan kita. Bukan malah menjadikan kita berpikir seperti anak
kecil, yang menganggap bahwa setiap konflik selalu berarti ancaman. Itu
salah. Sebab, adakalnya konflik itu justru pertanda ada kepedulian,
bukan sebaliknya. Jadi yang terpenting adalah bagaimana kita mampu
mengelola konflik itu dengan baik.
Inget lho, itu baru sesama aktivis Rohis. Skalanya masih kecil.
Gimana kalo itu harus berhadapan dengan yang lebih luas lagi, misalnya
di sekolah dan di lingkungan masyarakat. Wah, di situ menuntut kita
untuk ekstra hati-hati dalam bersikap dan mengambil keputusan. Sebab,
masalahnya bisa amat njlimet.
Oke deh, kita sih amat yakin bahwa kamu masih bisa sepaham dan
sejalan dengan temen-temen satu kelompok pengajian. Tapi adakalanya
ketika kita berhadapan dengan teman dari kelompok pengajian lain malah
saling sikut, karena, maaf saja, �rebutan� lahan dakwah misalnya.
Sayangnya, itu banyak terjadi, lho. Lebih tragis lagi berlangsung turun
temurun dengan dibumbui dendam segala. Wah, wah, wah.
Anehnya lagi, seringkali generasi di bawahnya juga ikut-ikutan tanpa
tahu kenapa mereka harus seperti itu. Duh, di sini kita sudah kalah.
Dan yang tertawa, selain setan, tentunya adalah musuh kita, orang-orang
kafir itu. Itu artinya, tugas mereka jadi mudah, karena tinggal
ngomporin aja salah satu kelompok dan kemudian menerapkan strategi
�belah bambu�. Sebagaimana yang sukses dijalankan oleh Belanda saat
menjajah kita. Kita bertarung mati-matian. Sementara yang menjadi
pemenang adalah penjajah. Keciaaaan deh luh!
Padahal sobat muda muslim, selama masih sesama kaum muslimin, dan
jika kemudian dalam perjalanannya muncul konflik karena perbedaan
pendapat, jangan langsung musuhan. Nggak baik. Kalo kita musuhan, baik
itu diwujudkan dengan adu fisik ataupun perang dingin, padahal itu
sesama aktivis Islam, aduh, itu artinya ukhuwah yang selama ini
digembar-gemborkan cuma sekadar teori. Praktiknya nol!
Dalam kitab Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah bahwa Rasulullah
saw. mengajarkan kepada kita untuk tidak menyakiti sesama muslim, baik
dengan perkataan atau perbuatan, bertawadhu kepada sesama muslim, tidak
menyombongkan diri di hadapannya, tidak menggunjing orang lain di
hadapannya dan tidak mendengarkan gunjingannya. Juga tidak boleh
menghindari (baca: marahan or musuhan) sesama muslim selama lebih dari
tiga hari.
Nabi saw. bersabda: �Tidak diperbolehkan seorang mukmin untuk
menghindari mukmin lainnya lebih dari tiga hari. Jika sudah lebih dari
tiga hari lalu dia bertemu dengannya, maka hendaklah dia mengucapkan
salam kepadanya. Jika dia menjawab salamnya, maka keduanya bersekutu
dalam pahala. Jika dia tidak menjawab salamnya, maka yang mengucapkan
salam sudah terbebas dari dosa menghindarinya.� (HR Bukhari dan Abu
Daud)
Maka, jika ada di antara kita, hanya karena berbeda kelompok
pengajian, hanya karena berbeda guru pengajian, atau hanya karena
perbedaan kitab yang dikaji, lalu kita memasang kuda-kuda dan siap
perang, bahkan banyak kejadian saling mengumbar fitnah, aduh, mengerikan
sekali. Sekali lagi, di mana praktik ukhuwah islamiyah yang selama ini
dikaji? Apakah nggak ada kesempatan untuk bicara menyamakan persepsi?
Sabda Rasulullah saw : “Jangan kamu saling dengki dan iri, dan
jangan pula mengungkit keburukan orang lain. Jangan saling benci dan
jangan saling bermusuhan, serta jangan saling menawar lebih tinggi atas
penawaran yang lain. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang
muslim adalah saudara muslim yang lainnya, dengan tidak mendzaliminya,
tidak mengecewakannya, tidak membohonginya, dan tidak merendahkannya.
Letak takwa ada di sini (Nabi saw menunjuk ke dada beliau, sampai
diulang tiga kali). Seorang patut dinilai buruk bila merendahkan
sudaranya yang muslim. Seorang muslim haram menumpahkan darah, merampas
harta, dan menodai kehormatan muslim lainnya” (HR Muslim)
Bela Islam, hancurkan kekufuran!
Sobat muda muslim, udah saatnya kita memantapkan barisan. Meski di
antara kita beragam kelompok pengajian, tapi bukan berarti lahan subur
untuk permusuhan. Sebaliknya, kita jadikan sebagai kekuatan. Uslub
(cara) dalam berdakwah boleh berbeda selama itu memang hal-hal yang
mubah. Silakan saja. Bahkan seharusnya saling melengkapi. Sebab, yang
penting adalah tujuan kita sama, yakni untuk membela Islam dan
menghancurkan kekufuran.
Malu dong dilihat sama orang awam, masak para aktivis Islamnya
berantem melulu, perang dingin melulu. Kapan mikirin umatnya? Kapan
belain Islam dan umatnya? Kalo �berantem� terus, bukan mustahil kan kalo
umat malah nggak simpati dengan dakwah Islam.
Tapi jika kita bersatu dalam tujuan, insya Allah akan memberikan
nuansa sejuk dan menakutkan orang-orang kafir. Pantesnya memang begitu.
Kita bersaudara, sementara Amerika dan para begundalnya yang memerangi
Islam adalah musuh. Ya, kita teladani saja bagaimana Rasulullah saw.
bersikap kepada kaum muslimin dan sikapnya kepada orang-orang kafir.
Allah Swt. menggambarkan dalam firman-Nya: “Muhammad itu adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka,” (QS al-Fath
[48]: 29)
Oke, mulai sekarang, rajut benang ukhuwah di antara kita, dan kita
jaga bersama agar orang-orang yang membenci Islam gentar menghadapi
keutuhan persaudaraan kita. Mereka takut lho kalo kita bersatu. Siap
kan?